2.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Coaching
Koneksi Antar Materi
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bertujuan untuk menuntun murid
sesuai kodratnya menuju kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya
sebagai seorang pribadi dan anggota masyarakat. Guru diibaratkan sebagai seorang
Petani atau tukang kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan dari
tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda
jenis tanaman beda perlakuanya. Sebagai seorang guru, kita harus jeli dalam
melihat keberagaman kebutuhan siswa, ada yang lambat, sedang, dan cepat. Ada
yang suka agama, sains, seni, olahraga, dan sebagainya. Ada yang suka belajar
dengan cepat melalui penglihatan, pendengaran, atau kinestetik. Semua harus
kita akomodir dalam proses pembelajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang
dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar murid yang beragam tersebut
adalah dengan pembelajaran berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang di dalamnya
terdapat serangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis oleh guru agar
mampu mengakomodir kebutuhan belajar murid yang beragam di dalam kelas atau
lingkungan sekolah. Untuk dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di
kelas, hal yang harus dilakukan oleh guru adalah melakukan pemetaan kebutuhan
belajar murid berdasarkan tiga aspek, yaitu Kesiapan Belajar Murid (Readiness),
Minat Belajar Murid dan Profil Belajar Murid.
Dalam implementasi Pembelajaran berdiferensiasi, Pembelajaran dapat
dirancang dengan strategi diferensiasi konten, diferensiasi proses maupun
diferensiasi produk yang dibuat berdasarkan hasil pemetaan murid berdasarkan
kesiapan belajar, minat dan profil belajar murid.
Dalam proses pembelajaran hendaknya guru juga memasukan pembelajaran
sosial-emosional. Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat
penting. Pembelajaran Sosial Emosional adalah pembelajaran berbasis
keterampilan dalam mendidik yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam
masalah dan memiliki kemampuan memecahkan masalah. Guru mendidik hati dan jiwa
murid untuk menjadi lebih baik dan nyaman dalam menerima pembelajaran yang
diberikan guru, serta merasa terlindungi oleh guru dalam lingkungan
pembelajaran maupun lingkungan sekolah. Pembelajaran Sosial dan Emosional
adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh
komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di
sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif
mengenai aspek sosial dan emosional.
Dengan
Pembelajaran sosial emosional diharapkan dapat memberikan pemahaman penghayatan
dan kemampuan bagi murid untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan
mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati
kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan
yang positif (keterampilan membangun relasi), dan membuat keputusan yang bertanggung
jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).
Pembelajaran
sosial-emosional dapat dilakukan melalui empat cara yaitu :
1. mengajarkan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit.
2. mengintegrasikan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid.
3. mengubah
kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid.
4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Dalam mewujudkan harmonisasi antara olah pikir, olah rasa, dan karsa murid sehingga murid memiliki ketajamn berpikir, kehalusan rasa, dan semangat untuk menuju pada kebijaksanaan dalam menjalani hidup sehingga memperoleh kebahagiaan dan keselamatan sebagai makhluk individu maupun sebagai warga masyarakat, seorang guru harus mampu menjadi seorang oenuntun bagi murid. Guru sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi murid tidak hanya mampu menjadi seorang yang dapat membantu murid menyelesaikan masalah dengan memberikan nasihat atau memberikan contoh pengalaman pribadi kepada siswa, tapi juga harus mampu membimbing siswa menemukan jalan keluar sendiri dalam mengatasi permasalahnnya. Tugas guru yang terakhir inilah yang disebut sebagai coach. Sebagai seroang coach, guru mampu membantu murid dalam mengatasi semua hambatan yang dialami ketika murid sedang menggali dan mengembangakn potensinya sehingga kelak akan menjadi pribadi seutuhnya dan mampu membangun bangsa dan negara menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada
solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan
pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu
metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya
berpusat pada siswa. Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik
untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching
ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid
sebagai coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa
hidup sesuai tuntutan alam dan zaman.
Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid.
ARTI : Apresiasi -
Rencana - Tulus - Inkuiri
Apresiasi |
Dalam proses coaching, seorang coach memposisikan
coachee sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan
positif dari apa yang disampaikan.
Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan. |
Rencana |
Setiap proses pendidikan yang kita rancang
pastilah bertujuan untuk mencapai
sesuatu, begitu pula dengan Coaching.
Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan
solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA). |
Tulus |
“Being
present in the coaching session”. Pada saat sesi coaching, seorang coach hendaknya Tulus memberikan waktu dan diri seutuhnya dalam melakukan proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee dlm pengembangan potensi mereka. |
Inkuiri |
Dalam proses coaching, seorang coach menuntun
agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang
dihadapi. Proses coaching
menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan
pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif
mengaktifkan kemampuan berpikir
reflektif para murid dan keterampilan bertanya
mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani. |
Ketika melakukan kegiatan coaching, sebagai
seorang coach kita biasanya menghendaki adanya hasil yang dicapai, namun
ada kalanya coachee kita (murid) merasa tidak suka atau merasa ragu
serta tertekan dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah
pemahaman komunikasi asertif perlu dibangun agar timbul rasa percaya dan aman.
Ketika rasa aman itu hadir dalam sebuah hubungan coach and coachee,
maka coachee akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk
berkomunikasi. Keselarasan pada tujuan mulai terbangun.
Dalam
usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach juga perlu belajar
menyamakan posisi diri pada saat coaching berlangsung.
Beberapa
tips singkat yang dapat seorang coach lakukan:
1.
Menyamakan kata kunci
Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan
kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal keberhasilan coaching
sebab coach dan coachee mampu menyesuaikan diri dan membangun relasi. Kata-kata
kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-ulang atau ditekankan oleh
coachee dan ini biasanya terkait dengan nilai kehidupan. Coach dapat
menggunakan kata-kata kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai
tujuannya. Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah kekinian
dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah yang dipakai ketika kita
bertanya untuk mengklarifikasi pernyataannya.
2.
Menyamakan bahasa tubuh
Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi
sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita akan menanggapi dan
berhubungan selanjutnya dengan kita. Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah,
suara, postur tubuh, ataupun gerakan tubuh lainnya.
3.
Menyelaraskan emosi
Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan mengerti perasaannya.
Mendengarkan ada pada kemampuan kita menangkap pesan yang disampaikan lewat ragam gaya komunikasi mereka. Karenanya, kita juga perlu mengerti beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan.
Berikut ini adalah 5 Teknik mendengarkan aktif :
1.
Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara
kita dalam menyampaikan pesan. Pesan yang disampaikan bisa terkomunikasikan
secara verbal maupun non-verbal. Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan
komitmen diri pada awal sesi untuk hadir sepenuhnya selama coaching
berlangsung.
2. Tunjukkan bahwa kita mendengarkan Bahasa
tubuh dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan pesan kepada lawan
bicara kita bahwa kita memperhatikan setiap pesan yang disampaikan.
3. Menanggapi perasaan dengan tepat Nada positif
dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan bicara kita. Fokus
kepada masalah atau topik yang disampaikan.
4. Parafrase Ini digunakan ketika kita hendak
menegaskan kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan kalimat kita
sendiri.
5. Bertanya Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan berikutnya.
Dalam melaksanakan coaching keterampilan bertanya efektif merupakan kunci yang diperlukan adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang yang coach tidak sekedar berupa respon pendek atau respon ya dan tidak. Pertanyaan seorang coach diharapkan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri
Umpan balik dalam coaching
bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi
mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang disampaikan
sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara khusus diberikan pada coachee
ketika dalam process coaching, ada hal-hal yang tidak terduga muncul
atau hasil dari coaching ini berbeda dari yang coachee pikirkan.
Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan (empowerment) yang
bertujuan membantu para coachee dalam mengembangkan potensi yang
dimilikinya dalam mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar hidupnya
menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi menjadi kunci dari proses coaching
sebab pendekatan dan teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses
mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan jawaban dari
apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto, 2015), bukan dengan diarahkan atau
digurui. Inilah yang menjadi keunikan coaching.
Coaching dapat dilakukan dengan
menggunakan model TIRTA. Model TIRTA merupakan
model yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA
menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting
mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar
menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat
melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah. TIRTA
dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah
banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah
kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
1. Goal (Tujuan): coach perlu
mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
2. Reality (Hal-hal
yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri
coachee,
3. Options (Pilihan): coach membantu
coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya
akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
4. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
TIRTA adalah kepanjangan
dari:
- T:
Tujuan
- I:
Identifikasi
- R:
Rencana aksi
- TA: Tanggung
jawab
Dari segi bahasa, TIRTA
berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita
adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya.
Kita, sebagai guru memiliki tugas
untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Dalam hal ini tugas guru adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa
mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat
perkembangan potensi dalam dirinya.
Refleksi dari pemahaman atas keseluruhan materi Modul 2.3 bagaimana keterampilan coaching dapat membantu profesi saya sebagai guru dalam menjalankan pendidikan yang berpihak pada murid adalah:
Guru
memiliki peran yang sangat penting dalam menuntun tumbuh kembang anak didik. Selain
menjadi seorang pendidik yang profesional guru juga harus memiliki kompetensi
pedagogik.
Coaching merupakan salah satu bentuk penerapan merdeka
belajar. Coaching mengajak murid menemukan potensinya dalam penyelesaian
masalah yang dihadapinya. Pembelajaran berdiferensiasi dan sosial-emosional
menjadi wadah dalam pemenuhan kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran
begitupun dengan coaching.
Keterampilan
coaching memberikan dampak yang positif terhadap profesi seorang guru.Karena
dengan melakukan coaching seorang guru akan lebih mengetahui kekuatan
anak didik,akan bisa memahami karakter peserta didik serta guru juga bisa
menjadi mitra untuk siswanya.Dengan melakukan kegiatan coaching maka guru akan
lebih mudah dalam mengidentifikasi kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi oleh
peserta didik.
Dengan
adanya coaching guru bisa membimbing anak didik sesuai dengan minat dan
bakat yang dimilikinya. Sehingga anak didik mampu mengekspolari kekuatan yang
dimilikinya. Guru sebagai fasilitator akan menuntun anak didik untuk tumbuh
kembang mencapai kodratnya.
DemikianDemikian Koneksi Antar Materi - Modul 2.3 Coaching yang saya buat. Semoga bermanfaat.
Salam dan Bahagia..
Comments
Post a Comment